Selasa, 27 Oktober 2009

Kisah Batu Kecil

Seorang pekerja pada proyek bangunan memanjat ke atas tembok yang sangat tinggi. Pada suatu saat ia harus menyampaikan pesan penting kepada teman kerjanya yang ada di bawahnya. Pekerja itu berteriak-teriak, tetapi temannya tidak bisa mendengarnya karena suara bising dari mesin-mesin dan orang-orang yang bekerja, sehingga usahanya sia-sia saja.

Oleh karena itu untuk menarik perhatian orang yang ada di bawahnya, ia mencoba melemparkan uang logam di depan temannya. Temannya berhenti bekerja, mengambil uang itu lalu bekerja kembali. Pekerja itu mencoba lagi, tetapi usahanya yang keduapun memperoleh hasil yang sama.

Tiba-tiba ia mendapat ide. Ia mengambil batu kecil lalu melemparkannya ke arah orang itu. Batu itu tepat mengenai kepala temannya, dan karena sakit, temannya menengadah ke atas? Sekarang pekerja itu dapat menjatuhkan catatan yang berisi pesannya.

Tuhan kadang-kadang menggunakan cobaan-cobaan ringan untuk membuat kita menengadah kepadaNya. Seringkali Tuhan melimpahi kita dengan rahmat, tetapi itu tidak cukup untuk membuat kita menengadah kepadaNya. Karena itu, agar kita selalu mengingat kepadaNya, Tuhan sering menjatuhkan “batu kecil” kepada kita.

kisah : setyadjie.blog.friendster.com

Kisah Kemarahan Dan Paku

Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bersifat pemarah. Untuk mengurangi kebiasaan marah sang anak, ayahnya memberikan sekantong paku dan mengatakan pada anak itu untuk memakukan sebuah paku di pagar belakang setiap kali dia marah …

Hari pertama anak itu ternyata memakukan 12 paku ke pagar, berarti dia telah 12 kali marah.

Lalu hari berikutnya 8 kali, dan seterusnya secara bertahap jumlah itu berkurang.

Akhirnya dia mendapati bahwa ternyata lebih mudah menahan amarahnya daripada memakukan paku ke pagar.

Akhirnya tibalah hari dimana anak tersebut merasa telah bisa mengendalikan amarahnya dan tidak cepat kehilangan kesabarannya, sehingga hari itu tak satupun paku ia tancapkan di pagar belakang.

Dia memberitahukan hal ini kepada ayahnya, yang kemudian mengusulkan agar dia mencabut satu paku untuk setiap hari dimana dia tidak marah.

Hari-hari berlalu dan anak laki-laki itu berhasil menahan amarahnya, dan akhirnya memberitahu ayahnya bahwa semua paku telah tercabut olehnya.

Lalu sang ayah menuntun anaknya ke pagar. “Hmm, kamu telah berhasil dengan baik anakku, tapi, lihatlah lubang-lubang di pagar ini. Pagar ini tidak akan pernah bisa sama seperti sebelumnya. Ketika kamu mengatakan sesuatu dalam kemarahan, kata-katamu meninggalkan bekas seperti lubang ini di hati orang lain. Kamu dapat menusukkan pisau pada seseorang, lalu mencabut pisau itu … Tetapi tidak peduli berapa kali kamu minta maaf, luka itu akan tetap ada dan luka karena kata-kata adalah sama buruknya dengan luka fisik …”

Demikian kisah Kemarahan dan Paku ini, semoga bisa memberi manfaat pada kita.

kisah diambil dari: bisnisinvestasicerdas.wordpress.com

Kisah : Doa Seorang Ibu

Doa yang kupanjatkan ketika aku masih gadis:
“Ya Alloh beri aku calon suami yang baik, yang sholih. Beri aku suami
yang dapat kujadikan imam dalam keluargaku.”

Doa yang kupanjatkan ketika selesai menikah:
“Ya Alloh beri aku anak yang sholih dan sholihah, agar mereka dapat
mendoakanku ketika nanti aku mati dan menjadi salah satu amalanku
yang tidak pernah putus.”

Doa yang kupanjatkan ketika anak-anakku lahir:
“Ya Alloh beri aku kesempatan menyekolahkan mereka di sekolah Islami
yang baik meskipun mahal, beri aku rizki untuk itu ya Alloh….”

Doa yang kupanjatkan ketika anak-anakku sudah mulai sekolah:
“Ya Alloh….. jadikan dia murid yang baik sehingga dia dapat bermoral
Islami, agar dia bisa khatam Al Quran pada usia muda.”

Doa yang kupanjatkan ketika anak-anakku sudah beranjak remaja:
“Ya Alloh jadikan anakku bukan pengikut arus modernisasi yg mengkhawatirkanku.
Ya Alloh aku tidak ingin ia mengumbar auratnya, karena dia ibarat buah yang
sedang ranum.”

Doa yang kupanjatkan ketika anak-anakku menjadi dewasa:
“Ya Alloh entengkan jodohnya, berilah jodoh yang sholih pada mereka,
yang bibit, bebet, bobotnya baik dan sesuai setara dengan keluarga
kami.”

Doa yang kupanjatkan ketika anakku menikah:
“Ya Alloh jangan kau putuskan tali ibu & anak ini, aku takut kehilangan
perhatiannya dan takut kehilangan dia karena dia akan ikut suaminya.”

Doa yang kupanjatkan ketika anakku akan melahirkan:
“Ya Alloh mudah-mudahan cucuku lahir dengan selamat. Aku inginkan nama
pemberianku pada cucuku, karena aku ingin memanjangkan teritoria
wibawaku sebagai ibu dari ibunya cucuku.”



Ketika kupanjatkan doa-doa itu, aku membayangkan Alloh tersenyum
dan berkata….. :

“Engkau ingin suami yang baik dan sholih sudahkah engkau sendiri baik
dan sholihah?, Engkau ingin suamimu jadi imam, akankah engkau jadi makmum yang baik?”

“Engkau ingin anak yang sholihah, sudahkah itu ada padamu dan pada
suamimu. Jangan egois begitu…… .. masak engkau ingin anak yang sholihah
hanya karena engkau ingin mereka mendoakanmu. …tentu mereka menjadi
sholihah utama karena-Ku, karena aturan yang mereka ikuti haruslah
aturan-Ku.”

“Engkau ingin menyekolahkan anakmu di sekolah Islam, karena apa?……
prestige? …….. atau….mode? ….atau engkau tidak mau direpotkan
dengan mendidik Islam padanya? engkau juga harus belajar, engkau juga
harus bermoral Islami, engkau juga harus membaca Al Quran dan berusaha
mengkhatamkannya. ”

“Bagaimana engkau dapat menahan anakmu tidak menebarkan pesonanya dengan
mengumbar aurat, kalau engkau sebagai ibunya jengah untuk menutup aurat?
Sementara engkau tahu Aku wajibkan itu untuk keselamatan dan kehormatan
umat-Ku.”

“Engkau bicara bibit, bebet, bobot untuk calon menantumu, seolah engkau
tidak percaya ayat 3 & 26 surat An Nuur dalam Al Quran-Ku. Percayalah
kalau anakmu adalah anak yang sholihah maka yang sepadanlah yang dia
akan dapatkan.”

“Engkau hanya mengandung, melahirkan dan menyusui anakmu. Aku yang
memiliki dia saja, Aku bebaskan dia dengan kehendaknya. Aku tetap
mencintainya, meskipun dia berpaling dari-Ku, bahkan ketika dia
melupakan-Ku. Aku tetap mencintainya. .. ”

“Anakmu adalah amanahmu, cucumu adalah amanah dari anakmu, berilah
kebebasan untuk melepaskan busur anak panahnya sendiri yang menjadi
amanahnya.”

Lantas…… aku malu…… dengan imajinasi do’a-ku sendiri….
Aku malu akan tuntutanku kepada-NYA.. …..

Astaghfirullah hal adziim.....Maafkan aku ya Alloh……

kisah dikirim oleh Robert Xu Jiantou

Kisah Semangkuk Bakmi

Pada suatu malam seorang anak bertengkar dengan Ibunya. Karena marah, si anak pergi meninggalkan rumah. Beberapa saat berjalan ia baru sadar bahwa ia tak membawa sepeser uangpun.

Di tengah perjalanan rasa lapar dan haus mulai ia rasakan. Sampai akhirnya ia bertemu warung yang menjual Bakmi. Ia ingin memesan 1 mangkuk Bakmi hangat untuk mengganjal perutnya, tp ia sadar tidak punya uang. Akhirnya ia hanya berdiri termangu di depan warung.

Sang pemilik warung melihat anak itu dan bertanya, “ Apa engkau mau memesan Bakmi ,Nak ?”

“Iya, tapi saya tidak mempunya uang”, jawab anak itu.

“Tidak apa apa, saya akan membuatkan untukmu gratis.” Jawab pemilik warung itu.

Tak berapa lama kemudian pemilik warung itu membawakan semangkuk bakmi hangat, dan segera anak itu memakannya sampai kenyang. Terharu dengan kebaikan pemilik warung itu, tak terasa air mata si anak itu berlinang.

“Kenapa engkau menangis, nak ?” tanya pemilik warung.

“aku hanya terharu, Pak.” Jawab anak itu. “ Bapak yang baru kukenal tetapi bapak sangat baik padaku. Tidak seperti Ibuku, yang begitu tega mengusirku. Bapak yang baru kukenal saja lebih perhaian kepadaku di banding dengan Ibuku sendiri.”

Mendengar perkataan anak itu, Pemilik warung itu menarik napas panjang dan berkata, “Mengapa kau punya pikiran seperti itu Nak ? Aku hanya memberi kamu semangkuk Bakmi kau sudah terharu dan berterima kasih sedemikian rupa. Padahal Ibumu telah memberimu makan setiap hari sejak kau masih kecil hingga kini, mengapa kau tidak berterima kasih padanya, malah kau bertengkar dengannya ? Aku yakin Ibumu tidaklah sejahat yang engkau kira Nak.”

Anak tersebut langsung terhenyak mendengar hal itu. “Benar juga ya, untuk semangkuk Bakmi dari orang yang baru kukenal, aku sudah berterima kasih, tapi mengapa kepada Ibuku yang telah memberiku makan dari aku kecil, aku malah tidak berterima kasih padanya. Dan hanya karena perkara sepele aku justru bertengkar denganya. Betapa tak tahu dirinya kau ini.”

Dengan segera anak itu bergegas pulang, sambil memikirkan kata kata apa yang harus ia ucapkan kepada Ibunya.

Begitu sampai di depan rumah, ternyata ia melihat Ibunya dengat wajah letih dan cemas tanda ia sedang kwatir. Dan ketika melihat anak itu pulang sang Ibu langsung memeluknya dan berkata, “Oh anakku, kau sudah pulang, maafkan Ibu ya nak. Cepatlah masuk Ibu telah menyipakan makan malam kesukaanmu, cepatlah makan sebelum makanan itu menjadi dingin,”

Pada saat itu si anak tak bisa meenahan tangisnya lagi, akhirnya menangislah ia sambil memeluk Ibunya, dengan perasaan sangat menyesal atas perbuatannya tadi.

Saudaraku, barangkali ini bukan kisah orang lain. Bisa jadi “si anak” adalah kita sendiri. Sekali waktu, kita kadang sangat berterima kasih pada orang lain untuk pertolongan “kecil” yang mereka berikan kepada kita. Namun kepada ORANG TUA kita sendiri, terkadang kita jarang mengucapkan Terima Kasih.

Allah SWT berfirman yang atinya: "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu tidak menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang dari mereka atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah sekali-kali kamu berkata 'ah' kepada mereka dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, rahmatilah mereka berdua sebagaimana mereka telah mendidik aku waktu kecil"." (Al-Israa': 23-24).

kisah dikirim oleh Robert Xu Jiantou

Kamis, 15 Oktober 2009

Kisah Sedekahku Salah Alamat

Suatu ketika, Rasulullah Shalallhu ‘Alaihi Wasallam, seperti yang kerap beliau laku­kan, berbincang-bincang dengan para sahabat di serambi Masjid Nabawi, Madinah. Selepas berbagi sapa dengan me­reka, beliau Shalallhu ‘Alaihi Wasallam berkata kepada mereka,

“Suatu saat ada seorang pria berkata kepada dirinya sendiri, ‘Malam ini aku akan bersedekah!’ Dan, benar, malam itu juga dia memberikan sedekah kepada seorang perempuan yang tak dikenalnya. Ternyata, perempuan itu seorang pezina. Sehingga, keja­dian itu menjadi perbincangan khalayak ramai.

“Akhirnya, kabar tersebut sampai juga kepada pria itu. Mendengar kabar yang demikian, pria itu bergumam, ‘Ya Allah! Segala puji hanya bagi-Mu.Ternyata, sedekahku jatuh ke tangan seorang pezina. Karena itu, aku akan bersedekah lagi!’

“Maka, pria itu kemudian mencari seseorang yang menu­rutnya layak menerima sedekah. Ternyata, penerima sede­kah itu, tanpa diketahuinya, adalah orang kaya. Sehingga, kejadian itu lagi-lagi menjadi perbincangan khalayak ramai, lalu sampai juga kepada pria yang bersedekah itu.

“Mendengar kabar yang demikian, pria itu pun bergu­mam,’Ya Allah! Segala puji hanya bagi-Mu. Ternyata, sede­kahku itu jatuh ke tangan orang kaya. Karena itu, aku akan bersedekah lagi!’

Maka, dia kemudian, dengan cermat, men­cari seseorang yang menurutnya layak menerima sedekah. Ternyata, penerima sedekah yang ketiga, tanpa diketahui­nya, adalah seorang pencuri. Tak lama berselang, kejadian itu menjadi perbincangan khalayak ramai, dan kabar itu sampai kepada pria yang bersedekah itu.

Mendengar kabar demikian, pria itu pun mengeluh, ‘Ya Allah! Segala puji ha­nya bagi-Mu! Ya Allah, sedekahku ternyata jatuh ke tangan orang-orang yang tak kuduga: pezina, orang kaya, dan pen­curi!’

“Pria itu kemudian didatangi (malaikat utusan Allah) yang berkata, “Sedekahmu telah diterima Allah. Bisa jadi pezina itu akan berhenti berzina karena menerima sedekah itu. Bisa jadi pula orang kaya itu mendapat pelajaran karena sedekah itu, lalu dia menyedekahkan sebagian rezeki yang dikaru­niakan Allah kepadanya. Dan, bisa jadi pencuri itu berhenti mencuri selepas menerima sedekah itu.”

(Diceritakan kembali dari sebuah hadis yang dituturkan oleh Muslim dan Abu Hurairah dalam Teladan indah Rasullulah dalam ibadah, Ahmad Rofi ‘Usmani)

kisah : kebunhidayah.wordpress.com